Friday 13 November 2009


Balai Koservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II Pangkalan Bun bekerja sama dengan Orangutan Foundation Internasional (OFI) Orangutan Care Center And Quarantine (OCC&Q) berhasil mengamankan 2 orangutan yaitu 1 orangutan jantan berumur sekitar 20 tahun dengan berat mencapai 80 Kg dari desa Serumpun dan 1 orang utan betina berumur 7 thn dari desa Pangkalan Lada Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah.

Rescue (penyelamatan) orangutan (Pongo pygmaeus) tersebut dilakukan karena melihat habitat orangutan tersebut dekat dengan pemukiman warga sehingga harus dipindahkan ke Suaka Margasatwa (SM) Sungai Lamandau yang merupakan habitat alami dan tempat pelepasliaran orangutan. Sejalan dengan kegiatan pembukaan hutan oleh manusia, habitat orangutan menjadi terganggu. Ancaman punahnya orangutan yang ada banyak dikarenakan perluasan lahan, perburuan, illegal logging sehingga kegiatan relokasi orangutan ke kawasan Konservasi seperti SM Sungai Lamandau perlu untuk dilakukan. Kurangnya persediaan makanan orangutan di dalam hutan bisa jadi karena adanya perambahan kawasan. Perubahan fungsi di dalam hutan-tempat habitat orangutan-membuat orangutan terdesak keluar kawasan hutan. Orangutan akan mencari makan di ladang warga karena adanya aktivitas di dalam hutan yang membahayakan kelestarian.


Informasi keberadaan orangutan dewasa berjenis kelamin jantan tersebut didapat polisi kehutanan SKW II dari laporan warga desa serumpun yang sering melihat orangutan tersebut berkeliaran di dekat lahan pertanian mereka. Warga desa khawatir orangutan tersebut dapat merusak lahan pertanian dan rumah warga sehingga mereka melaporkannya ke BKSDA Kalteng_SKW II. Setelah menerima laporan warga, 2 orang Polisi Kehutanan SKW II lantas menelusuri kebenaran informasi tersebut, langsung ketempatnya. Dari hasil cek lapangan didapat informasi lokasi sarang dan waktu biasanya orangutan tersebut keluar dari sarangnya. Hari berikutnya tim Polisi Kehutanan Bekerjasama dengan tim rescue orangutan dari OFI-OCC&Q datang ke lokasi yang berjarak ± 1jam dari kota Pangkalan Bun tersebut. Perlu waktu berjam-jam untuk menangkapnya, masalah
utamanya karena orangutan itu berada diatas pohon yang tingginya 10-15
meter dari muka tanah. Selain itu ia dengan mudahnya bergerak dari satu
pohon satu ke pohon yang lain. Sedangkan untuk melumpuhkan tim rescue
hanya bermodal sumpit berisi cairan bius yang jangkauannya terbatas.
Setelah melakukan proses rescue selama beberapa jam akhirnya orangutan tersebut berhasil dibius, setelah didata diidentifikasi kondisi tubuhnya oleh drh. Popo dari OFI-OCC&Q orangutan tersebut sementara dibawa ke kantor BKSDA Kalteng-SKW II menunggu proses translokasi ke SM Sungai Lamandau dan ditempatkan di kandang transit sementara.

Sedangkan orang utan betina diambil pada tanggal 2 november 2009 dari areal dekat perkebunan sawit di SP 4 Pangkalan Lada kabupaten Kotawaringin Barat. Tingkat perkembangan pembangunan perkebunan minyak kelapa sawit merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup orangutan saat ini. Pembangunan usaha perkebunan Kelapa Sawit sangat banyak dampak negativenya bagi kehidupan orangutan. Awalnya hutan tempat mereka tinggal dibabat habis tanpa sisa dan lahan tersebut kemudian dijadikan perkebunan.

Adanya kawasan SM Sungai lamandau sebagai habitat dan tempat pelepasliaran orangutan menjadikan harapan baru bagi kelestarian populasi orangutan. Sekitar 300 Orangutan yang ada di OCC&Q harus sudah dilepasliarakan sebelum tahun 2015. Selama tahun 2009 ini BKSDA Kalteng-SKW II telah melakukan kegiatan rescue orangutan sebanyak 12 ekor.

Wednesday 4 November 2009

Pembakaran Lahan adalah budaya masyarakat Kalimantan Tengah yang sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahun untuk membuka lahan baru, yang mana budaya itu telah menjadi salah satu penyumbang asap terbesar di sekitarnya.
Hal itu sangatlah sulit untuk dihentikan, karena budaya itu telah mengakar dalam pada kehidupan mereka. Namun mungkin kita dapat mengurangi efek dari pembakaran lahan tersebut dengan cara yang baik dan benar.
Berdasarkan buku “Pengendalian Kebakaran Hutan Tradisiaonal” yang diterbitkan oleh Sout Sumatra Forest Fire Management Project tahun 2006, ada beberapa tahap dalam melakukan pembakaran lahan yang benar, yakni :
PERSIAPAN BAHAN BAKAR
1. Penebangan dan Penebasan
Semua pohon besar yang terdapat di dalam areal yang akan dibuka/bakar ditebang terlebih dahulu baik berdiameter besar maupun kecil, lalu mencincang pohon berdiameter besar yang dianggap sulit terbakar api.
2. Pengeringan
Setelah penebangan dan pencincangan bahan bakar dilakukan di areal yang akan dibakar maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan pengeringan terhadap bahan bakar.
Tujuan pengeringan selain menurunkan kadar air dari bahan bakar juga untuk memudahkan dalam proses pembakaran karena kayu yang kering akan mudah terbakar sampai habis sehingga pembakaran akan terlaksana secara optimal.
Lama pengeringan bahan bakar relative, dalam artian sangat ditentukan oleh factor lingkungan dan kondisi bahan bakar. Potensi bahan bakar yang rendah (sekitar 20-30 to/ha) biasanya hanya memerlukan waktu 2-3 minggu saja. Kegiatan pengeringan bila dilakukan lebih lama akan mengakibatkan tumbuhan bawah tumbuh kembali sehingga menghambat proses pembakaran.
3. Pembuatan Sekat Bakar
Sekat bakar dibuat denga cara membersihkan lahan di sekitar areal pembakaran dengan lebar minimal 3 meter, tergantunga dari luas areal yang akan dibakar serta tingginya tumpukan bahan bakar yang tersedia. Makin luas dan tebal bahan bakar akan membuat panjang nyala (flame length) akan semakin panjang apalagi jika dibantu oleh angin sehingga sekat bakar yang dibuatpun harus semakin lebar.
Sekat bakar harus benar-benar bersih dan lebar(tanpa akar atau cabang) agar api tidak menjalar ke areal lain. Sebagai panduan, lebar sekat bakar adalah tinggi vegetasi yang ada dikalikan 2. Sebagai contoh, jika tinggi rumput dan semak mencapai 2 meter maka lebar sekat bakar harus 4 meter(lebar minimal adalah 3 meter). Sekat bakar ini dapat dibuat dengan menggunakan parang dan cangkul. Pembuatan sekat bakar dilakukan menjelang akhir dari waktu pengeringan.
PEMBAKARAN
Pembakaran dilakukan bila kondisi lingkungan (kecepatan dan arah angin, suhu dan kelembaban) serta waktu pembakaran mendukung.
1. Waktu Pembakaran
Dari hasil observasi dan penelitian di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat biasanya melakukan pembakaran antara pukul 14.00-16.00 karena angin tampak stabil dan tidak berubah-ubah, sehingga relative dapat dikendalikan.
Suhu ketika pembakaran dilakukan biasanya berkisar antara 30˚-35˚C. kelembaban relative 70-80%, kecepatan angin 1,6-1,8m/detik dan kadar air bahan bakar rata-rata 20%.
1. Pembakaran
Teknik pembakaran merupakan salah satu factor penting dalam menentukan keberhasilan pembakaran. Bahan bakar harus terbakar dengan mencegah pembakaran supaya tidak melebar ke areal non target yang dapat menjadi masalah baru.
Ada beberapa cara dalam pembakaran, salah satu yang sering digunakan adalah Metode Melingkar(ring Method).
Dengan cara ini api benar-benar dapat dikendalikan dan api berakhir di tengah. Metode pembakaran ini memerlukan beberapa orang pembakar, biasanya 1 ha lahan yang akan dibakar memerlukan sekitar 3 orang pembakar. Diperlukan juga beberapa orang lain yang menjaga di belakang sekat bakar utama(paling jauh dari asal angin) supaya tidak terjadi api loncatan.
Pembakaran dapat mengikuit arah jarum jam atau sebaliknya, tergantung dari arah dan kecepatan angin. Setiap pembakar bergerak menuju pembakar lain setelah bahan bakar yang berada didepannya terbakar dan bertemu pembakaran oleh pembakar lain.
Metode lain yang agak aman, tetapi diperlukan kondisi cuaca yang stabil, adalah metode bakar terbalik(back fire method).
Dengan cara ini pembakaran dapat dimulai dari sekat bakar utama dan melawan arah mata angin, kemudian api akan ditunggu di sekat bakar seberang. Metode ini memrluka beberapa orang pembakar dan beberapa orang lain yang menjaga di belakang sekat bakar utama supaya tidak terjadi api loncatan. Para pembakar bergerak menuju sekat bakar seberang, melalui sekat bakar kiri dan kanan, setelah bahan bakar yang berada di depan terbakar.
RENCANA PEMBAKARAN HARUS DILAPORKAN
Pembakaran perlu direncanakan pada waktu yang tepat dan dengan orang yang berpengalaman. Beberapa hari sebelum kegiatan pembakaran harus dilaporkankepada Kepala Desa/Lurah supaya pemerintah Desa/ Lurah bias mengatur beberapa pembakaran secara bersamaan. Pihak Desa/Lurah perlu juga mengetahui dimana lokasinya, kapan waktu pembakaran, siapa nama pemilik lahan, siapa saja nama-nama yang menjadi tetangga pemilik lahan, serta nama dan jumlah pembakar yang akan bertanggung jawab. Jika ada di Desa/Kelurahan regu pemadam kebakaran dan P3K, mereka bias membantu para pembakar supaya kegiatan berjalan dengan aman dan penjalaran api benar-benar dapat dikendalikan.
Para pembakar bertanggung jawab dalam penyediaan peralatan tangan, pembuatan sekat bakar yang diperlukan dan mengendalikan pembakaran di lokasi sampai api benar-benar selesai. Kewajiban terakhir adalah pembersihan sisa-sisa api agar tidak ada lagi bahan bakar yang masih membara atau berasap. Diharapkan melapor jika pembakaran telah selesai.


iblist say : Mari Kita lestarikan Keindahan Alam ini demi Anak Cucu Kita, jangan sampai keindahan ini cuma akan menjadi DONGENG belaka bagi mereka,,,

Thursday 13 August 2009

Adalah Balai Konservasi Sumber Daya Alam Seksi Wilayah II Pangkalan Bun yakni sebuah instansi pemerintah dibawah Kementerian Kehutanan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Dengan alamat Jl. Pasir Panjang RT. 11 Desa Pasir Panjang Kecamatan Arut Selatan Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah.


Lihat Kantor BKSDA SKW II Pangkalan Bun di peta yang lebih besar

Adapun Tugas pokok dari BKSDA SKW II Pangkalan Bun adalah Peneglolaan Kawasan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan hal itu mempunyai 3 (tiga) tujuan dan sasaran pengelolaan, yakni :


  • Perlindungan sistem penyangga kehidupan


  • Pengawetan keanekaragaman hayati jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya


  • Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya



  • BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 5 TAHUN 1990
    TENTANG
    KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

    BAB II
    PERLINDUNGAN SISTEM PENYANGGA KEHIDUPAN
    Pasal 6
    Sistem penyangga kehidupan merupakan satu proses alami dari berbagai unsur hayati dan non hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk.
    Pasal 7
    Perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
    Pasal 8
    1. Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pemerintah menetapkan:
    a. wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;
    b. pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;
    c. pengaturan cara pemanfaatan wilayah pelindungan sistem penyangga kehidupan.
    2. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    Pasal 9
    1. Setiap pemegang hak atas tanah dan hak pengusahaan di perairan dalam wilayah sistem penyangga kehidupan wajib menjaga kelangsungan fungsi perlindungan wilayah tersebut.
    2. Dalam rangka pelaksanaan perlindungan sistem penyangga kehidupan, Pemerintah mengatur serta melakukan tindakan penertiban terhadap penggunaan dan pengelolaan tanah dan hak pengusahaan di perairan yang terletak dalam wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8.
    3. Tindakan penertiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    Pasal 10
    Wilayah sistem penyangga kehidupan yang mengalami kerusakan secara alami dan atau oleh karena pemanfaatannya serta oleh sebab-sebab lainnya diikuti dengan upaya rehabilitasi secara berencana dan berkesinambungan.

    BAB III
    PENGAWETAN KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA BESERTA EKOSISTEMNYA
    Pasal 11
    Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan melalui kegiatan:
    a. pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
    b. pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.
    Pasal 12
    Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan dengan menjaga keutuhan kawasan suaka alam agar tetap dalam keadaan asli.
    Pasal 13
    1. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka alam.
    2. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di dalam kawasan suaka alam dilakukan dengan membiarkan agar populasi semua jenis tumbuhan dan satwa tetap seimbang menurut proses alami di habitatnya.
    3. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar kawasan suaka alam dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa untuk menghindari bahaya kepunahan.
    BAB VI
    PEMANFAATAN SECARA LESTARI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
    Pasal 26
    Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:
    a. pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam;
    b. pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.
    Pasal 27
    Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan.
    Pasal 28
    Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar.

    Adapun Kawasan yang dikelola oleh BKSDA Kalimantan Tengah Seksi Konservasi Wilayah II Pangkalan Bun terdapat 2 (dua) kawasan yang tersebar di wilayah kerja yaitu :
    1. Suaka Margasatwa Sungai Lamandau
    2. Taman Wisata Alam Tanjung Keluang.
    Design by Iqbal Tawakkal | Blogger Theme by Lasantha | Iblist Takkaw